Filsafat Islam dan Rasionalisme Islam

Setiap orang seharusnya memiliki landasan dalam setiap keyakinan yang dipeluknya. Memegang sebuah keyakinan, seharusnya mengikutsertakan landasan dari keyakinan tersebut. Saat memegang status sebagai orang beragama, semestinya kita telah punya jawaban mengapa kita mengambil agama tersebut sebagai sebuah keyakinan.

Mengapa kita memilih beragama? Mengapa kita memilih satu agama dari sekian banyak agama yang ada? Mengapa kita percaya kepada Tuhan? Mengapa ada yang meyakini Tuhan yang banyak dan ada yang meyakini pada Tuhan yang satu? Orang yang mengaku beragama dan bertuhan, mestinya telah selesai dengan pertanyaan ini.

Agama khususnya Islam, datang dengan semangat rasionalisme yang tinggi. Islam dengan ajarannya bahkan menuntut manusia untuk menggunakan rasionalitas dalam tiap tindakannya. Islam dalam pandangan Oliver Leamen, termasuk agama yang memiliki skor tinggi dalam aspek rasionalitas. Sehingga Islam sebagai sebuah agama tak berakhir sebagai agama intuitif belaka, melainkan memiliki corak rasionalisme dari tubuhnya.

Di satu sisi, filsafat yang lahir dari rahim Yunani jauh sebelum islam datang, turut membawa semnagat yang sama, rasionalitas. Filsafat yang akrab dengan penalaran rasio manusia, memiliki orientasi untuk sampai pada kebenaran dan kebijaksanaan.

Sebab akulturasi budaya antara satu peradaban dengan peradaban lainnya, perlahan filsafat Yunani pun masuk ke dalam peradaban islam bersamaan dengan ilmu-ilmu alam (sains), sebab dalam filsafat Yunani, sains masuk ke dalam filsafat. Penerjemahan buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab pun menjadi tak terhindarkan. Bersamaan dengan itu, logika Aristotelian pun mulai digunakan untuk menyebarkan agama Islam kepada peradaban lain.

Sekarang, bagaimana kita memandang posisi filsafat terhadap rasionalisme Islam? Dan sebenarnya bagaimana posisi filsafat Islam itu sendiri? Mengapa Islam mesti dikaitkan dengan filsafat ketika Islam itu sendiri telah menjadi agama yang punya basis rasionalisme?

Kita dapat meyakini bersama bahwa titik penolakan Islam terhadap filsafat bukanlah pada akal. Sebab filsafat didasarkan para penalaran rasional, dan agama pun hidup dengan bangunan rasional. Lalu dimana letak perbedaannya?

Islam sebagai agama yang berasal dari wahyu melalui kenabian, menjadi jalan penyempurnaan bagi manusia. Filsafat hadir dengan kaidah pemikiran kuat, mengambil posisi untuk menjelaskan agama islam secara terstruktur.

Ketika Islam menyeru kepada manusia untuk menyembah kepada Tuhan yang satu, filsafat Islam hadir menjelaskan dengan rasional mengapa tuhan itu hanya satu. Ketika islam memberitahukan bahwa jalan pembimbingan menuju kesempurnaan adalah lewat jalan kenabian, filsafat islam menjelaskan mengapa jalur kenabian itu menjadi satu-satunya jalan yang layak secara teoritis. Ketika islam menyatakan bahwa suatu saat kematian akan menjemput tiap fisik dan setelahnya jiwa akan dibangkitkan, filsafat islam menjelaskan bagaimana proses kematian itu terjadi dan bagaimana kebangkitan jiwa itu memiliki penjelasan yang rasional ilmiah.

Penjelasan-penjelasan filsafat islam yang membentuk paradigma inilah yang membuat membuat islam semakin kaya dalam pendekatannya. Dengan masuknya filsafat, islam mendapatkan intreptasi-intrepetasi yang semakin kaya, sehingga filsafat sebenarnya menjadi semangat komitmen untuk islam itu sendiri.

Bertemunya filsafat dan agama islam, turut membuka ruang bagi perkembangan sains dalam peradaban islam. Membuat islam menjadi satu ideologi yang berbasis pada pandangan dunia filososif, pandangan dunia ilmiah dan pandangan dunia agama itu sendiri.

Apa jadinya pandangan dunia filsafat yang tak bersentuhan dengan agama? Pandangan dunia agama berbasis pada kesucian prinsip.
Pandangan dunia filsafat yg tak bertemu kesucian pronsip, bisa saja bersentuhan dengan nafsu. Akhirnya orang-orang beragama yang berpijak pada pandangan dunia filosofis, membuat keagamannya tidak berhenti menjadi hal yang intuitif. Agama bahkan akan turut berjalan selaras dengan sains. Kontribusi filsafat memperkaya pengkajian agama dan sains itu sendiri, hingga menyatu menjadi satu pandangan dunia yang holistik.

Wallahualam bishawab.